Total Tayangan Halaman

Rabu, 08 Februari 2012

KUNCI SUKSES ADALAH MANAJEMEN WAKTU



Bagaimana kabarmu saudara? Tema kita kali ini adalah waktu , mudah-mudahan membaca tulisan  ini tidak membuang waktu saudara, dikarenakan kurang berbobot dan tidak mengasyikkan, hehe …  Nah , apakah orang yang menjaga waktu itu identiknya orang sibuk ?tidaklah cukup menyibukkan diri anda karena semut pun sibuk, pertanyaannya adalah apa yang menyibukkan anda

Tulisan ini tidak menekankan inti pembahasan manajemen waktu, tapi penulis Cuma ingin bercerita tentang kesuksesan ulama-ulama salaf dan para sahabat berlaga dalam dunia ilmu, bagi saya bahwa kunci sukses mereka  adalah manajemen waktu yang baik, adapun mengenai cara belajar mereka, itu tidak penting karena mereka punya gaya berbeda, mari kita membaca sebagian potret mereka.

Ibnu Uqail menceritakan ketekunannya dalam membaca dan meraih ilmu. Beliau berkata, “Sesungguhnya tidak halal bagiku untuk menyia-nyiakan sedikit dari waktuku tanpa faedah, hingga bila lisanku berhenti dari belajar menghafal dan berdiskusi, mata aku berhenti dari membaca buku, maka aku menggunakan pikiranku ketika istirahat. Aku tidaklah bangun kecuali sudah terlintas dalam benakku apa yang akan aku tulis. Aku merasakan semangat belajar ilmu ketika berusia delapan puluh tahun melebihi semangat yang aku rasakan ketika berusia dua puluh tahun.”

Imam Nawawi pada awal belajarnya, setiap hari membaca dua belas buku pelajaran kepada para gurunya lengkap dengan penjelasan dan koreksiaannya. An-Nawawi berkata, “Aku mengomentari semua yang berkaitan dengan penjelasan-penjelasan kitab yang sulit, atau kalimat-kalimat dan tata bahasa yang sulit. Allah memberikan barakah pada waktuku dan kesibukkanku, serta membantuku.”

Imam Nawawi tidak pernah menyia-nyiakan waktunya, baik di waktu malam atau siang, dan hanya 
menyibukkan dirinya dengan ilmu. Bahkan ketika beliau berjalan, beliau terus mengulang-ulang ilmu yang telah dihafalnya, atau membaca buku yang ditelaahnya sambil berjalan. Beliau makan hanya sekali dalam sehari semalam, yaitu setelah isya’ di waktu akhir dan beliau minum hanya sekali di waktu sahur.
Sebagian diantara mereka, karena giatnya memanfaatkan waktunya, bahkan tidak meninggalkan menuntut ilmu ketika di dalam kamar kecil (WC) sekalipun. Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata, “Imam Majduddin bin Taimiyah, apabila beliau masuk WC untuk membuang hajat, beliau berkata kepada orang-orang yang berada di sekitarnya, ‘Bacalah kitab ini dan keraskan suaramu!’ “ ibnu Rajab berkata, “Hal itu menunjukkan kuatnya semangat dalam belajar ilmu dan meraihnya serta dalam menjaga waktunya.”

Sebagian ulama salaf, karena bagitu semangatnya dalam belajar, mereka tetap belajar ketika mereka makan. Ibrahim bin Isa Al-Muradi berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih rajin dalam menuntut ilmu melebihi Al-Hafidz Abdul Azhim Al-Mundziri. Saya bertetangga dengannya ketika di madrasah di Kairo selama dua belas tahun, dan rumah saya berada di atas rumahnya. Saya tidak pernah bangun di waktu malam, kecuali saya mendapatkan lampu dirumahnya menyala. Beliau menyibukkan diri dengan belajar dan menulis. Sampai ketika beliau makan dan minum, kitabnya selalu berada didepannya, beliau membaca dan menelaahnya.”
Begitulah keadaan orang-orang shalih, para ulama yang jujur. Para ulama salaf sangat menghargai waktu mereka dan tidak meremehkannya walau hanya sebentar.




Ibnu Mas’ud, anda pasri kenal Beliau salah seorang shahabat Nabi yang mulia, beliau pernah berkata, “Aku belum pernah menyesali sesuatu seperti halnya aku menyesali tenggelamnya matahari, dimana usiaku 
berkurang, namun amal perbuatanku tidak juga bertambah”

Amir bin Abdi Qais, Beliau seorang tabi’in yang zuhud. Ada seorang pria berkata kepadanya, “Mari
 berbincang-bincang denganku”. Amir bin Abdi Qais menjawab, “Tahanlah matahari (Cobalah hentikan perputaran matahari), jangan biarkan ia berputar, baru aku akan berbincang-bincang denganmu. Karena sesungguhnya waktu ini senantiasa merayap dan bergerak maju, dan setelah berlalu ia tak akan kembali lagi. Maka kerugian akibat tak memanfaatkan waktu adalah jenis kerugian yang tidak dapat diganti atau dicarikan kompensasinya. Karena setiap waktu membutuhkan amal perbuatan sebagai isinya”

Hammad bin Salamah (91 H – 167 H)

Musa bin Isma’il At-Tabudzaki pernah menuturkan, “Kalau aku mengatakan kepada kalian bahwa Hammad bin Salamah tak pernah tertawa, niscaya aku tidak berdusta. Beliau itu memang orang  yang sangat sibuk. Kegiatannya hanya meriwayatkan hadits, membaca, bertasbih atau shalat. Beliau membagi-bagi waktu siangnya hanya untuk itu saja”

Muridnya sendiri, Abdurrahman bin Mahdi, pernah menuturkan, “Kalau ada orang yang berkata kepada Hammad bin Salamah, “Engkau akan meninggal besok”, niscaya beliau tidak akan mampu lagi untuk menambah sedikitpun dalam amalnya” (maksudnya, ia pasti segera memaksimalkan amalnya di detik-detik terakhir hidupnya, red).

Yunus bin Al-Mu’addab menegaskan, “Hammad bin Salamah meninggal dunia saat beliau shalat”. Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadanya

Muhammad bin Suhnun (202 H-256 H) pernah Al-Maliki menuturkan, “Suatu hari Muhammad bin Suhnun sedang sibuk menulis buku di malam hari. Datanglah saat santap malam. Ia memiliki budak sariyyah, yang meminta ijin masuk kamarnya, namun Muhammad menjawab, ‘Saya sedang sibuk”.
Karena terlalu lama menunggu, maka sang budak menyuapkan makanan itu ke mulut beliau sampai beliau mengunyahnya. Hal itu berlangsung lama, dan beliau tetap dalam kondisi demikian.
Ketika datang waktu subuh, Muhammad berkata, “Maaf, aku sangat sibuk sehingga melupakanmu tadi malam.Tolong berikan makanan yang engkau tawarkan tadi malam!” Tuanku, demi Allah, aku sudah menyuapkannya ke mulutmu”, ujar budak itu heran. “Sungguh aku tidak menyadarinya”, jawab Muhammad dengan heran.

Ibnul Khayyath An-Nahwi Wafat tahun 320

Konon beliau belajar di sepanjang waktu, hingga saat beliau sedang berada di jalanan. Sehingga terkadang 
beliau terjatuh ke selokan atau tertabrak binatang.


Al-Hakim (Wafat 334 H) Nama lengkapnya adlaah Abu Abdillah bin Al-Hakim Asy-Syahid, putra beliau menuturkan tentang Bapaknya, “Beliau adalah orang yang gemar berpuasa Senin dan Kamis, dan tidak pernah meninggalkan shalat malam saat bepergian dan saat tidak bepergian. Bila duduk, maka pena, buku dan tinta selalu berada ditangannya. Beliau adalah menteri pembantu Sulthan. Ia bisa memberikan izin bertemu Sulthan bila orang itu belum mendapatkan izin. Kemudian beliau sibuk menyusun tulisan ilmiah. Bila sudah demikian, maka orang yang masuk menemuinya pasti hanya berdiri saja. Hal itu dikeluhkan oleh Abul Abbas bin Hammuyah, ‘Kami biasa masuk menemui beliau, tapi beliau tidak menyapa kami sedikitpun. Beliau hanya mengambil pena dengan tangannya sendiri, dan membiarkan kami berdiri di pojok rumahnya’.”

Begitulah sebagian potret kehidupan ulama dalam memanfaatkan waktu, bagaimana dengan kita? Kita tahu bahwa tantangan kita banyak perangkat-perangkat  menggiurkan dan mengalihkan dunia kita, contohnya internet, facebook, twitter, game, tv, dan lain-lain … tapi kalau saudara bisa menjadi ulama di masa sekarang dan tidak ketinggalan oleh perkembangan zaman , itu baru super, (bukanmi orang hehe …)